OHD Museum mengadakan pameran bertajuk “CELEBRATING INDONESIAN PORTRAITURE” yang akan diresmikan tanggal 5 Mei 2018 oleh Goenawan Mohamad dan berlangsung hingga 8 Oktober 2018, di OHD Museum, Jl Jenggolo 14, Magelang. Pameran ini dikuratori oleh Dr. Oei Hong Djien dan disponsori oleh DJARUM FOUNDATION.
Sejak zaman kuno manusia ingin diabadikan “image”nya dalam bentuk patung maupun gambar (lukisan). Sebelum ditemukan alat potret oleh Jacques Louis Dagurre tahun 1839 hal ini hanya bisa dilakukan oleh tangan seniman dari model hidup. Sejak ditemukan alat potret terjadi perubahan sangat besar dalam mengabadikan “image” manusia. Dengan alat tersebut orang bisa membuat fotonya. Senimanpun tak harus melukis dari model hidup tapi bisa dari foto walaupun ada juga yang bisa dari ingatan. Peranan seniman membuat potret menurun drastis. Lebih-lebih sekarang dimana setiap orang mempunyai smartphone yang bisa digunakan sebagai alat memotret pula.
Pendekatan melukis potretpun berubah. Bukan kemiripan fisik lagi yang diutamakan karena hal itu bisa dilakukan alat potret. Namun menangkap karakter subjeknya adalah tujuannya. Sehingga bentuk wajah sering dideformasi bahkan sang seniman menggunakan metafor-metafor, hal mana membuat seni rupa potret menjadi jauh lebih menarik
Pelukis modern Indonesia pertama yang kita kenal dan mahir melukis potret adalah Raden Saleh yang berangkat ke Belanda tahun 1829 dan belajar melukis potret disana. Setelah Raden Saleh Indonesia menghasilkan pelukis-pelukis potret ampuh, antara lain Affandi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Basoeki Abdullah, Dullah dan lain-lainnya. Sejak itu melukis dan mematung potret tak pernah berhenti dan berkelanjutan diteruskan serta dikembangakan oleh seniman generasi muda dengan memakai media alternatif.
Dunia potret – memotret berkembang pula dan lahir ahli-ahli potret yang memasukkan unsur-unsur seni dalam potretnya yang kita sebut seni potret atau “art portraiture”. Hal tersebut maju pesat dalam dekade-dekade akhir ini dan di zaman seni kontemporer ini karya tersebut diakui sejajar dengan senirupa yang menggunakan medium konvensional. Dalam seni potret tersebut subjeknya bukan hanya manusia tetapi segala yang ada di bumi ini bahkan fantasi senimannya bisa menjangkau lebih jauh dari bumi.
Pameran “CELEBRATING INDONESIAN PORTRAITURE” bukan mengenai “art portraiture” seperti dimaksud diatas namun “art portraiture” juga diakomodasi yaitu dimana subjeknya manusia, walaupun apa yang ada disekitar manusia bisa mempunyai peranan juga. Seni kontemporer lebih bebas dalam menggunakan medium dan konsep. Maka seni potret menjadi luas cakupannya. Dalam pameran ini kita bisa melihat patung manusia dari macam-macam era dan medium yaitu perunggu, batu, marmer, fiberglass dan kayu, yang hanya merupakan setengah badan (bust) atau wajah; lukisan, sketsa dan drawing, karya keramik, grafis, fotografi, instalasi, video dan demo melukis yang bisa dikatagorikan sebagai seni pertunjukan (performance art). Karya-karya tersebut ditata sesuai eranya sehingga bisa mendapatkan gambaran lebih komprehensif.
Jumlah karya yang dipamerkan 86 buah dari 67 seniman, baik yang masih aktif maupun yang sudah almarhum. Seniman-seniman tersebut menurut urutan abjad adalah : Affandi, Agus Suwage, Amang Rahman Zubair, Angki Purbandono, Arahmaiani, Basoeki Abdullah, Basrizal Albara, Butet Kertaredjasa, Dullah, Dunadi, Edhi Sunarso, Edo Pilu, Emiria Soenassa, Entang Wiharso, Erizal As, F. Sigit Santosa, Fadjar Sidik, Faizal, G. Djoko Susilo, G. Sidharta Soegijo, Galam Zulkifli, Goenawan Mohamad, Harijadi Sumadidjaja, Hendra Gunawan, Ichwan Noor, I Fantze, I Gusti Ngurah Udiantara, I Made Djirna, Indra Leonardi, Ipe Ma’aroef, Jeihan Sukmantoro, Kartika Affandi, Kartono Yudhokusumo, Katirin, Komroden Haro, Kwee Ing Tjiong, Laksmi Shitaresmi, Lee Man Fong, Lucia Hartini, Mahendra Yasa, Nashar, Nasirun, Nasjah Djamin, Pramono Pinunggul, Priadji Kusnadi, Pupuk Daru Purnomo, Purjito, R.J. Katamsi, Raden Saleh, Ronald Manulang, Sindudarsono Sudjojono, Samuel Indratma, Saptoto, Soedibio, Soeparto, Soetopo, Sudarso, Sudjana Kerton, Sugeng Darsono, Supar Madiyanto, Syahrizal Pahlevi, Samsul Arifin, Trubus Soedarsono, Wahyu Teguh Santoso, Widayat, Win Dwi Laksono, Yusman.
Sebagian besar karya adalah koleksi dari OHD Museum dan sebagian dipinjam dari senimannya, museum/institusi seni dan seniman- kolektor.
Oei Hong Djien
Kurator
OHD Museum is a modern and contemporary art museum owned by dr Oei Hong Djien (OHD). As a well-known art collector, curator, honorary-advisor to Singapore Art Museum, dr Oei Hong Djien started his collections in early 1970s.
Currently, with a vast collection of more than 2000 artworks, ranging from paintings, sculptures, installations and ceramics from different time periods, OHD Museum is located on Jalan Jenggolo 14, in the city of Magelang Central Java – Indonesia.