Exhibition

Merancang pameran ini sungguh memicu ritme adrenalin tak biasa. Persoalan utamanya karena terkait dengan sosok perupa cum penyair, cerpenis, Kyai, dan Guru Bangsa kharismatik, yang dianut, didengar, dan sumber inspirasi umat yang sangat banyak: K.H. A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Karena itulah saya merasa sangsi, apakah saya mampu “menghadirkan” sosok teladan ini melalui karya-karya seni rupanya. Ya, karya seni rupa; Gus Mus memang melukis dengan cara dan gaya, seperti pengakuannya, ‘semau gue’. Ia menjelajahi beragam material, teknik, secara merdeka: kopi, nikotin (lelet/kerak tembakau), cat minyak, akrilik, tinta, kertas, dan kanvas.

Pameran ini menghadirkan 128 lukisan karya Gus Mus (64 diantaranya karya lelet nikotin pada amplop surat); 2 (dua) karya cucu, dan satu (1) santri; 2 (tiga) karya kolaborasi antara Gus Mus dengan Muhammad Abdu Maliki Mulk (cucu); serta satu (1) karya kolaborasi antara Gus Mus dengan Umma Nabiegh Ismail Jalla (cucu) dan Eny Retno Purwaningtyas (keponakan), satu (1) . Karya-karya pada kertas dan kanvas, berupa kaligrafi, sosok/figure, dan abstrak (non-figuratif). Karya-karya ini dapat dipahami sebagai metode Gus Mus untuk menyampaikan pesan bahwa seni beririsan dengan ragam persoalan; yang spiritual, sakral, yang profan, yang sosial, politik, dan keseharian. Secara ringan hati misalnya, dengan ketrampilan yang mengejutkan, Gus Mus melukis wajah, figur, sosok penyanyi di panggung (Inul), melampiaskan imaji melalui sketsa, di samping menyusun ayat-ayat Al-Quran menjadi konfigurasi visual yang indah.

Dalam pandangan saya semua yang dikerjakan Gus Mus, termasuk karya-karya seni rupa dalam pameran ini, merupakan pernyataan untuk menggoda sensitivitas siapa pun (pembaca, penonton, pendengar) yang tersebar di seluruh penjuru mata angin untuk berselancar dalam tafsir. Gus Mus menyodorkan lanskap pikiran, jiwa, dan tubuhnya melalui beragam medium di satu sisi; Gus Mus memandang dari dalam (dirinya) ke luar memahami realitas, atau sebaliknya memandang dari luar untuk menyadari eksistensi dirinya. Karena itu tak jarang, atau bahkan hampir selalu, Gus Mus menempatkan dirinya sebagai “hanya”, sebagai “debu” di haribaan kemahaagungan Allah SWT. Pada sisi yang lain Gus Mus merupakan lanskap itu sendiri, yang memicu siapa pun untuk menjelajahinya melalui berbagai ‘pintu masuk’ (ceramah pengajian, pidato-pidato, puisi, cerpen, esai, dan karya-karya seni rupa). Pameran kali ini hanyalah “sepotong lanskap” dari “lanskap luas dan dalam” sesosok yang terus-menerus menyuarakan keberadaban, kekerabatan, kesatuan, kerendahhatian, dan keindahan. Gus Mus adalah lanskap luas tanpa tepi serta kedalaman sumur tanpa dasar yang airnya tak pernah kering.

 

 

Suwarno Wisetrotomo

 


 


Persahabatan itu mulia. Tiada Persahabatan tiada perdamaian karena ia penawar permusuhan. Persahabatan tak kenal perhitungan laba-rugi sebab persahabatan bukan zero-sum game namun cinta-kasih. Saat ini Persahabatanlah yang paling dibutuhkan negara tercinta Republik Indonesia supaya kita semua tetap saudara. Maka sebarkan Persahabatan ke seluruh pelosok negeri.


Tajuk pameran Perayaan Persahabatan yang di buat oleh penulis Agus Noor berkaitan erat dengan Nasirun sebagai manusia yang kaya teman karena sifatnya yang sosial, murah hati, ramah dan gembira. Persahabatan bagi Nasirun adalah vital dalam hidupnya dan berkarya seni.
Tanpa Persahabatan pameran ini tak akan terjadi karena awal dari awal pameran ini yaitu ketika aku mengoleksi lukisan Nasirun, Persahabatan memegang peran sangat besar.


Pada hakekatnya setiap pameran mengandung unsur Persahabatan namun tak pernah diberitakan apalagi dirayakan. Proses yang berjalan di belakang layar yang penuh hiruk pikuk dan mandi peluh biasanya berlalu tanpa cerita dan hahaha.


Yang membahas Nasirun dan karyanya dalam pameran ini adalah empat sahabat Nasirun yang dipilih sendiri oleh senimannya, mereka adalah ST. Sunardi (ahli filsafat), Sarah Monica (antropolog), Agus Noor (penulis) dan Oei Hong Djien (kolektor & kurator OHD Museum).
Yang menyedot perhatian dalam pameran ini adalah lukisan-lukisan ukuran raksasa dengan medium cat minyak di atas kanvas, bertekstur tebal, walaupun tidak semuanya, dari tahun 1995 – 2009. Kesan dahsyat dan rasa merinding kami alami bila berhadapan dengan karya-karya tersebut. Itulah ciri sebuah Masterpiece.


Jangan berhenti disitu. Lihatlah di ruang kecil sebelahnya. Bertolak belakang dengan yang baru anda lihat, ruang kecil ini dipajangi seluruhnya dengan karya mini yang merupakan hasil kreativitas Nasirun dari merespon kartu undangan. Ia telah merubahnya menjadi karya kecil nan indah. Ia mulai mengerjakan hal tersebut di akhir tahun 2000an. Sejak itu kartu undangan yang kudapat kukumpulkan dan berikan kapada Nasirun. Ia bisa menyenangkan banyak orang dengan kartu yang ia olah. Seni adalah membuat suatu tak bernilai menjadi bernilai.


Nasirun adalah ahli mengenai pewayangan Jawa dan sering menggunakannya sebagai metafora. Bentuk-bentuk dalam lukisannya kelihatan rumit dan tidak riil, figurnya ada yang majemuk yaitu figur berisi figur lain namun merupakan suatu kesatuan. Lukisannya mengandung narasi besar, kaya akan elemen dekoratif yang detil dan warna yang njawani. Nasirun adalah seniman kontemporer yang tidak meninggalkan kelokalannya. Kita dapat melihat gaya ekspresionisme, impresionisme, realisme, simbolisme-surrealisme, dekorativisme, dan abstrak dalam karyanya.


Lukisan-lukisan tersebut di atas adalah koleksi OHD Museum kecuali beberapa koleksi keluarga OHD. Lukisan baru dan karya instalasi serta karya wayang merupakan koleksi Nasirun kecuali peti mati yang mempunyai cerita sendiri.


Perjalanan pertama Nasirun ke Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2001 bersama OHD dan teman sekelasnya Pupuk Daru Purnomo membuka lebar mata kedua seniman tersebut. Perjalanan itu banyak memberikan ilham, yang kemudian menjadi lukisan dan bisa Anda lihat di pameran ini. Perjalanan ke luar negeri tersebut merupakan tonggak baru bagi Nasirun dan Pupuk DP.


Nasirun sekarang menjadi seniman selebriti. Apakah hal ini mempunyai pengaruh terhadap hasil karya seninya? Menarik untuk membandingkan lukisan Nasirun dari dua periode berbeda yaitu dulu (sebelum) dan sekarang, setelah masuk dunia selebriti. Bagaimanapun juga, semua berubah dengan waktu, demikian pula seni Nasirun.


Bila Anda ingin mendalami Nasirun, tak cukup melihat karyanya namun perlu mengunjungi rumahnya, dan disitu Anda mendapatkan Persahabatan.

Oei Hong Djien


EXHIBITION ON-VIEW




Blog

OHD Museum is a modern and contemporary art museum owned by dr Oei Hong Djien (OHD). As a well-known art collector, curator, honorary-advisor to Singapore Art Museum, dr Oei Hong Djien started his collections in early 1970s...



Mata Air Bangsa: Persembahan Untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif

  Pameran Seni Rupa MATA AIR BANGSA Persembahan Untuk Gus Dur dan Buya Syafii...


H. WIDAYAT CENTENNIAL CELEBRATION: 100 WORKS FOR 100 YEARS

Books

By: