Mata Air Bangsa

Persembahan Untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif


“Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”

(Gus Dur)


“Islam yang damai, Islam yang konstruktif, dan Islam yang mengayomi bangsa ini dengan tanpa membeda-bedakan suku, agama dan lain-lain. Itu Islam yang benar, keislaman harus satu nafas dengan ke-Indonesia-an dan kemanusiaan”

(Buya Syafii Maarif)


Di tengah padang kerontang, yang ditunggu oleh orang banyak adalah oase, atau mata air yang dapat membasahi kekeringan. Keseharian kita, utamanya pada urusan sosial-politik, kini, terasa dikepung situasi penuh tegangan oleh berbagai soal; polarisasi ideologi, politik identitas, intolerasni, kekerasan, kebencian, kebohongan, prasangka, ketidakpercayaan, yang berujung pada brutalitas (melampaui banalitas) untuk mengekspresikan kecewa atau kemarahan. Kebangsaan menghadapi tantangan tak sederhana. Dalam situasi semacam itu, kita membutuhkan teladan, yang semakin hari menyusut jumlahnya.

Kepergian Gus Dur (1940-2009) dan Buya Syafii Maarif (1935-2022), sosok yang berani bersuara dan bertindak membela yang teraniaya, menohok laku culas dalam kehidupan sosial dan politik, sungguh meninggalkan ruang rumpang. Tentu tak pernah ada pengganti ketokohan seseorang. Warisan abadi Gus Dur dan Buya Syafii adalah keteladanan, karena itu penting untuk mengapitalisasi menjadi menjadi virus keadaban bagi sebagian besar warga bangsa. Keteladanan harus terus menerus diamplifikasi dan dihadirkan dalam kesadaran kita semua.

Hasrat pameran ini, sesederhana dan sesubyektif apa pun, ikhtiar untuk menyuarakan keteladanan; mengolah pokok soal spesifik bagi dua sosok “mata air bangsa”: Gus Dur dan Buya Syafii. Karya-karya digubah dengan tafsir, demi memperkaya sekaligus ‘mengganggu’ penonton dalam memahami dan menempatkan tema sebagai pijakan untuk mengolah ikhwal “mata air” bagi bangsa ini.

Para perupa dalam pameran ini, dengan cara masing-masing mewujudkan semangat “mewarisi apinya, bukan abunya”, sekaligus merayakan 25 tahun OHD Museum. Pameran temporer “dalam rangka” – seperti kali ini, “persembahan untuk Gus Dur dan Buya Syafii” – dilengkapi oleh karya-karya koleksi OHD Museum yang memiliki sejarah panjang sekaligus bertautan dengan tema dan karya-karya baru. Hal demikian ini sebagai peneguh, bahwa setiap karya memiliki potensi profetik, sekaligus konteks yang baru. Setiap karya seni juga berpotensi menyentuh, menggugah, dan menggerakkan siapa pun untuk mengambil bagian dalam proyek kemanusiaan dan kebangsaan.

Pameran ini dapat dimaknai sebagai perayaan ikhwal keberpihakan dan keberanian, melalui sosok Gus Dur dan Buya Syafii; sumber mata air bangsa, oase, yang dapat digunakan untuk membasuh luka, menyiram purbasangka, dan memadamkan api kemarahan. Perayaan ini melibatkan sejumlah perupa lintas usia, lintas iman/agama, lintas politik, lintas pengalaman, lintas suku, dan lintas budaya, yang mencerminkan miniatur bangsa ini: merajut perbebedaan, keberagaman, untuk kebersamaan dan memuliakan kemanusiaan.

 

 

Suwarno Wisetrotomo

Kurator